Syed Hanafie
Dari Jabir bin Abdillah ra, Rasulullah s.a.w.bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu menyebut nama Allah ketika hendak masuk rumahnya dan menyebut nama Allah ketika hendak makan, maka syaitan akan berkata sesama meraka, "Kita tidak ada tempat tinggal dan tidak dapat makanan hari ini." Tetapi apabila dia masuk rumahnya tanpa menyebut nama Allah, syaitan berkata, "Kita ada tempat menginap hari ini." Dan apabila dia tidak menyebut nama Allah ketika makan, syaitan berkata, "Kita ada tempat menginap dan dapat makanan hari ini." (HR Muslim)
*utamakanlah mengucap bismillah didalam kehidupan seharian kita..insyaAllah hidup kita akan lebih bermanfaat.
Tuesday, 1 November 2011
Mengingati hidup dan mati
https://www.facebook.com/groups/133630296697039/
Haish Alkaff
Bekerjalah untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok
Haish Alkaff
Bekerjalah untuk duniamu seakan akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan akan kamu akan mati besok
Islamic method of slaughtering
http://blog.iloveallaah.com/2011/11/benefits-of-islamic-slaughtering/
Before I reply to the question, let me relate an incidence about a discussion between a Sikh and a Muslim regarding animal slaughter.

Once a Sikh asked a Muslim, "Why do you slaughter the animal painfully by cutting the throat instead of the way we do with one stroke i.e. jhatka?" The Muslim replied"We are brave and courageous and attack from the front. We are marad ka baccha (macho men), you are cowards and attack from behind".
Jokes apart, one may consider the following points, which prove that the Zabiha method is not only humane but also scientifically the best:1. Islamic method of slaughtering animal
Zakkaytum is a verb derived from the root word Zakah (to purify). Its infinitive is Tazkiyah which means purification. The Islamic mode of slaughtering an animal requires the following conditions to be met:
a. Animal should be slaughtered with sharp object (knife)
The animal has to be slaughtered with a sharp object (knife) and in a fast way so that the pain of slaughter is minimised.
b. Cut wind pipe, throat and vessels of neck
Zabiha is an Arabic word which means ‘slaughtered’. The ‘slaughtering’ is to be done by cutting the throat, windpipe and the blood vessels in the neck causing the animal’s death without cutting the spinal cord.
c. Blood should be drained
The blood has to be drained completely before the head is removed. The purpose is to drain out most of the blood which would serve as a good culture medium for micro organisms. The spinal cord must not be cut because the nerve fibres to the heart could be damaged during the process causing cardiac arrest, stagnating the blood in the blood vessels.
2. Blood is a good medium for germs and bacteria
Blood is a good media of germs, bacteria, toxins, etc. Therefore the Muslim way of slaughtering is more hygienic as most of the blood containing germs, bacteria, toxins, etc. that are the cause of several diseases are eliminated.
3. Meat remains fresh for a longer time
Meat slaughtered by Islamic way remains fresh for a longer time due to deficiency of blood in the meat as compared to other methods of slaughtering.
4. Animal does not feel pain
The swift cutting of vessels of the neck disconnects the flow of blood to the nerve of the brain responsible for pain. Thus the animal does not feel pain. While dying, the animal struggles, writhers, shakes and kicks, not due to pain, but due to the contraction and relaxation of the muscles defecient in blood and due to the flow of blood out of the body.
By Dr. Zakir Naik
Misconception: Why do Muslims slaughter the animal in a ruthless manner by torturing it and slowly and painfully killing it?
The Islamic method of slaughtering animals, known as Zabiha has been the object of much criticism from a large number of people.Before I reply to the question, let me relate an incidence about a discussion between a Sikh and a Muslim regarding animal slaughter.
Once a Sikh asked a Muslim, "Why do you slaughter the animal painfully by cutting the throat instead of the way we do with one stroke i.e. jhatka?" The Muslim replied"We are brave and courageous and attack from the front. We are marad ka baccha (macho men), you are cowards and attack from behind".
Jokes apart, one may consider the following points, which prove that the Zabiha method is not only humane but also scientifically the best:1. Islamic method of slaughtering animal
Zakkaytum is a verb derived from the root word Zakah (to purify). Its infinitive is Tazkiyah which means purification. The Islamic mode of slaughtering an animal requires the following conditions to be met:
a. Animal should be slaughtered with sharp object (knife)
The animal has to be slaughtered with a sharp object (knife) and in a fast way so that the pain of slaughter is minimised.
b. Cut wind pipe, throat and vessels of neck
Zabiha is an Arabic word which means ‘slaughtered’. The ‘slaughtering’ is to be done by cutting the throat, windpipe and the blood vessels in the neck causing the animal’s death without cutting the spinal cord.
c. Blood should be drained
The blood has to be drained completely before the head is removed. The purpose is to drain out most of the blood which would serve as a good culture medium for micro organisms. The spinal cord must not be cut because the nerve fibres to the heart could be damaged during the process causing cardiac arrest, stagnating the blood in the blood vessels.
2. Blood is a good medium for germs and bacteria
Blood is a good media of germs, bacteria, toxins, etc. Therefore the Muslim way of slaughtering is more hygienic as most of the blood containing germs, bacteria, toxins, etc. that are the cause of several diseases are eliminated.
3. Meat remains fresh for a longer time
Meat slaughtered by Islamic way remains fresh for a longer time due to deficiency of blood in the meat as compared to other methods of slaughtering.
4. Animal does not feel pain
The swift cutting of vessels of the neck disconnects the flow of blood to the nerve of the brain responsible for pain. Thus the animal does not feel pain. While dying, the animal struggles, writhers, shakes and kicks, not due to pain, but due to the contraction and relaxation of the muscles defecient in blood and due to the flow of blood out of the body.
By Dr. Zakir Naik
subconsciuos mind

Apa kita fikir dan tonton sebelum tidor akan masuk ke minda segar subconsciuos mind. Oleh itu fikir baik dan syukur dan minta ampun pada Allah in case kita tak bangun esuk pagi.
PETUNJUK AMALIAH BULAN DZULHIJJAH
https://www.facebook.com/#!/notes/majelis-tausiah-para-kyai-ustadz-indonesia/-kajian-petunjuk-amaliah-bulan-dzulhijjah/10150382207708293
Salah satu bentuk karunia Allah Ta'ala bagi para hamba-Nya, dijadikan bagi mereka beberapa musim untuk meningkatkan ketaatan, memperbanyak amal shalih, dan saling berlomba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Orang yang berbahagia adalah orang yang memperhatikan musim-musim tersebut tanpa membiarkannya berlalu begitu saja. Sebaliknya orang yang sengsara adalah mereka menelantarkan kesempatan-kesempatannya untuk sesuatu yang sia-sia.
Di antara musim-musim ketaatan ini adalah 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan, hari-hari tersebut adalah hari-hari dunia yang paling utama. Oleh karenanya, beliau menganjurkan untuk memperbanyak amal shalih di dalamnya.
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah bersumpah dengannya. Dan sebenarnya ini saja sudah cukup untuk menunjukkan kemuliaan dan keutamaan hari-hari tersebut. Karena Dzat yang Maha Agung tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung. Allah Ta'ala berfirman,
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِي هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ
"Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal." (QS. Al-Fajr: 1-5)
Bagaimanakah Cara Menyambut Kedatangan Hari-Hari Tersebut?
Seorang muslim seharusnya mengisi setiap waktunya dengan ketaatan. Agar saat datang kesempatan istimewa dia mampu mengisinya dengan amal-amal kebaikan yang lebih. Karena balasan terbaik dari ketaatan adalah diberi tambahan hidayah untuk mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Allah Ta'ala befirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)
Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. (Disarikan dari Tafsir Taisir al-karim al-Rahman, milik Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di)

Oleh karenanya, menyambut musim ketaatan 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah hendaknya kita memperhatikan beberapa kiat-kiat berikut ini:
1. Taubat yang tulus
Seorang muslim menyambut musim ketaatan dengan taubat yang tulus dan tekad yang kuat untuk kembali kepada Allah. Melaluinya, diharapkan dia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah Ta'ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31).
2. Tekad kuat untuk memanfaatkan hari-hari ini
Seorang muslim sepantasnya bersemangat memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dengan perkataan mulia dan amal-amal shalih. Dan siapa yang bertekad melaksanakan kebaikan, Allah pasti membantunya dan menyiapkan sebab-sebab yang memudahkannya untuk menyempurnakannya. Dan siapa yang membenarkan janji Allah, maka Allah akan membantunya untuk merealisasikannya.
Allah Ta'ala berfirman.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
3. Menjauhi perbuatan maksiat
Kalau ketaatan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah, sebaliknya maksiat merupakan jalan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan rahmat-Nya. Terkadang seseorang tidak mendapatkan rahmat Allah disebabkan dosa yang dikerjakannya. Jika Anda berharap diampuni dosa dan diselamatkan dari Neraka maka jauhilah perbuatan maksiat, khusunya pada hari-hari ini. Dan siapa yang memahami apa yang dicarinya maka dia akan mudah berkorban untuknya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada satu amalan yang lebih mulia di sisi Allah 'Azza wa Jalla dan lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang dilakukan pada sepuluh Adha (dalam satu riwayat; Dzulhijjah).” Dikatakan, “Tidak pula jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Darimi dengan isnad yang hasan dan disebutkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 3/398)
Di antara amal-amal ibadah dan ketaatan utama yang disyariatkan pada sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah ini adalah:
1. Melaksanakan haji dan umrah
Berhaji dan umrah di Baitullah al-Haram merupakan amal ibadah paling utama pada hari-hari ini. Maka siapa yang diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka dia mendapatkan janji –Insya Allah- dari sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
“Umrah satu kepada umrah lainnya merupakan kafarah bagi dosa di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau sebagiannya, khususnya pada hari ‘Arafah
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sangat menganjurkan untuk beramal shalih pada sepuluh hari ini, dan puasa salah satu dari amal-amal shalih tersebut. Terlebih lagi, Allah Ta’ala telah memilih puasa untuk diri-Nya sebagaimana terdapat dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Semua amal anak Adam untuk dirinya kecuali puasa, sungguh puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. al-Bukhari no. 1805)
Khususnya berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengerjakannya. Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebagian istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
“Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melaksanakan puasa 9 Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan serta senin pertama dari setiap bulan dan dua hari Kamis.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Shahih Abi Dawud: 2/462)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah akan menghapuskan (dosa) setahun yang telah lalu dan setahun sesudahnya.” (HR. Muslim)
3. Bertakbir dan berdzikir pada hari-hari tersebut
Disunnahkan membaca takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih selama sepuluh hari tersebut. Dan disunnahkan mengeraskannya di masjid-masjid, rumah-rumah, dan di jalan-jalan. Dan setiap tempat yang dibolehkan untuk dzikrullah disunnahkan untuk menampakkan ibadah dan memperlihatkan pengagungan terhadap Allah Ta’ala. Kaum laki-laki mengeraskannya sementara kaum wanita melirihkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 28) Menurut Juhmur ulama, makna al-ayyam al-ma’lumat adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang diriwatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, “Al-Ayyam al-Ma’lumat: Hari sepuluh."
Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anha,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan isnadnya).
Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, rahimahullaah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan:
الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر ولله الحمد
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah". Dan masih ada lagi bentuk takbir yang lainnya.
Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).
4. Bertaubat serta meninggalkan berbagai kemaksiatan dan dosa
Harapannya, semoga amal-amal tadi mendatangkan ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya kemaksiatan menjadi sebab jauhnya seseorang dari Allah dan tidak mendapat rahmat-Nya. Sebaliknya, ketaatan menjadi sebab dekatnya dengan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah cemburu, dan kecemburuan Allah, kalau seseorang melanggar apa-apa yang Dia haramkan.” (Muttafaq ‘alaih)
5. Memperbanyak amal-amal shalih seperti shalat, shadaqah, berjihad, membaca Al-Qur’an, beramar ma’ruf dan nahi munkar serta amal-amal shalih lainnya
Dan amal-amal shalih tersebut yang dilaksanakan pada hari-hari ini akan dilipatgandakan pahalanya. Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا
الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Sebenarnya, seluruh amal shalih dicintai oleh Allah. Namun, apabila dilaksanakan pada hari-hari sepuluh pertama Dzulhijjah akan lebih dicintai. Maknanya, pahalanya juga lebih besar dan dilipatgandakan bila dibandingkan pada hari-hari lainnya.
6. Disyariatkan melaksanakan ‘udhiyyah (penyembelihan hewan kurban) pada hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) yang diikuti tiga hari sesudahnya, yakni Ayyam Tasyriq
Menyembelih hewan kurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim 'alaihis salam, yaitu ketika Allah menebus putranya –Ismail- dengan hewan sembelihan yang gemuk. Juga terdapat riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah berkurban dengan dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri kedua domba tersebut dengan tangannya. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di atas sisi kaki depan domba tersebut,” (Muttafaq ‘Alaih)
Allah menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban termasuk bagian dari syi'ar Islam yang harus diagungkan oleh setiap muslim.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj: 37)
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 37)
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang keutamaannya,
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ
"Tidak ada satu amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Alah 'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi, beliau menghassankannya)
7. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berqurban
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah radhiyallhu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya." Dalam riwayat lain: "Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban."
Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan qurbannya. Firman Allah.
وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه
"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan..." (QS. Al-Baqarah: 196).
Larangan ini, menurut zahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
8. Melaksanakan shalat Iedul Adha dan mendengarkan khutbahnya
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti; nyanyi-nyanyian, berjudi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Kemungkaran-kemungkaran ini akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari. Wallahu a’lam
PETUNJUK AMALIAH BULAN DZULHIJJAH
Salah satu bentuk karunia Allah Ta'ala bagi para hamba-Nya, dijadikan bagi mereka beberapa musim untuk meningkatkan ketaatan, memperbanyak amal shalih, dan saling berlomba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Orang yang berbahagia adalah orang yang memperhatikan musim-musim tersebut tanpa membiarkannya berlalu begitu saja. Sebaliknya orang yang sengsara adalah mereka menelantarkan kesempatan-kesempatannya untuk sesuatu yang sia-sia.
Di antara musim-musim ketaatan ini adalah 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan, hari-hari tersebut adalah hari-hari dunia yang paling utama. Oleh karenanya, beliau menganjurkan untuk memperbanyak amal shalih di dalamnya.
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah bersumpah dengannya. Dan sebenarnya ini saja sudah cukup untuk menunjukkan kemuliaan dan keutamaan hari-hari tersebut. Karena Dzat yang Maha Agung tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung. Allah Ta'ala berfirman,
وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِي هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ
"Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal." (QS. Al-Fajr: 1-5)
Bagaimanakah Cara Menyambut Kedatangan Hari-Hari Tersebut?
Seorang muslim seharusnya mengisi setiap waktunya dengan ketaatan. Agar saat datang kesempatan istimewa dia mampu mengisinya dengan amal-amal kebaikan yang lebih. Karena balasan terbaik dari ketaatan adalah diberi tambahan hidayah untuk mengetahui kebenaran dan mengamalkannya. Allah Ta'ala befirman,
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan." (QS. Yunus: 9)
Perpaduan antara iman dengan konsekuaensi dan tuntutannya, berupa amal shalih, -yang mancakup amal dzahir dan batin- yang dikerjakan dengan ikhlash dan mutaba'ah (mengikuti sunnah) akan menjadi sebab datangnya hidayah, "mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya". Maksudnya: Dengan adanya iman yang benar dalam diri mereka tersebut, Allah membalas dengan pahala teragung untuk mereka, yaitu hidayah. Sehingga Allah mengajarkan kepada mereka apa saja yang berguna untuk mereka dan menganugerahkan amal-amal shalih yang menetas dari hidayah itu. (Disarikan dari Tafsir Taisir al-karim al-Rahman, milik Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa'di)

Oleh karenanya, menyambut musim ketaatan 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah hendaknya kita memperhatikan beberapa kiat-kiat berikut ini:
1. Taubat yang tulus
Seorang muslim menyambut musim ketaatan dengan taubat yang tulus dan tekad yang kuat untuk kembali kepada Allah. Melaluinya, diharapkan dia akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah Ta'ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nuur: 31).
2. Tekad kuat untuk memanfaatkan hari-hari ini
Seorang muslim sepantasnya bersemangat memanfaatkan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dengan perkataan mulia dan amal-amal shalih. Dan siapa yang bertekad melaksanakan kebaikan, Allah pasti membantunya dan menyiapkan sebab-sebab yang memudahkannya untuk menyempurnakannya. Dan siapa yang membenarkan janji Allah, maka Allah akan membantunya untuk merealisasikannya.
Allah Ta'ala berfirman.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Ankabut: 69)
3. Menjauhi perbuatan maksiat
Kalau ketaatan adalah jalan mendekatkan diri kepada Allah, sebaliknya maksiat merupakan jalan yang menjauhkan seseorang dari Allah dan rahmat-Nya. Terkadang seseorang tidak mendapatkan rahmat Allah disebabkan dosa yang dikerjakannya. Jika Anda berharap diampuni dosa dan diselamatkan dari Neraka maka jauhilah perbuatan maksiat, khusunya pada hari-hari ini. Dan siapa yang memahami apa yang dicarinya maka dia akan mudah berkorban untuknya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada satu amalan yang lebih mulia di sisi Allah 'Azza wa Jalla dan lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang dilakukan pada sepuluh Adha (dalam satu riwayat; Dzulhijjah).” Dikatakan, “Tidak pula jihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Darimi dengan isnad yang hasan dan disebutkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 3/398)
Di antara amal-amal ibadah dan ketaatan utama yang disyariatkan pada sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah ini adalah:
1. Melaksanakan haji dan umrah
Berhaji dan umrah di Baitullah al-Haram merupakan amal ibadah paling utama pada hari-hari ini. Maka siapa yang diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka dia mendapatkan janji –Insya Allah- dari sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
“Umrah satu kepada umrah lainnya merupakan kafarah bagi dosa di antara keduanya. Sedangkan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
2. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau sebagiannya, khususnya pada hari ‘Arafah
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sangat menganjurkan untuk beramal shalih pada sepuluh hari ini, dan puasa salah satu dari amal-amal shalih tersebut. Terlebih lagi, Allah Ta’ala telah memilih puasa untuk diri-Nya sebagaimana terdapat dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Semua amal anak Adam untuk dirinya kecuali puasa, sungguh puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. al-Bukhari no. 1805)
Khususnya berpuasa tanggal 9 Dzulhijjah, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa mengerjakannya. Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebagian istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعًا مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْنِ
“Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melaksanakan puasa 9 Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan serta senin pertama dari setiap bulan dan dua hari Kamis.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani Shahih Abi Dawud: 2/462)
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah, dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah akan menghapuskan (dosa) setahun yang telah lalu dan setahun sesudahnya.” (HR. Muslim)
3. Bertakbir dan berdzikir pada hari-hari tersebut
Disunnahkan membaca takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih selama sepuluh hari tersebut. Dan disunnahkan mengeraskannya di masjid-masjid, rumah-rumah, dan di jalan-jalan. Dan setiap tempat yang dibolehkan untuk dzikrullah disunnahkan untuk menampakkan ibadah dan memperlihatkan pengagungan terhadap Allah Ta’ala. Kaum laki-laki mengeraskannya sementara kaum wanita melirihkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 28) Menurut Juhmur ulama, makna al-ayyam al-ma’lumat adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang diriwatkan dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma, “Al-Ayyam al-Ma’lumat: Hari sepuluh."
Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anha,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah), karenanya perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid di dalamnya.” (HR. Ahmad 7/224, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan isnadnya).
Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, rahimahullaah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan:
الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر ولله الحمد
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah". Dan masih ada lagi bentuk takbir yang lainnya.
Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).
4. Bertaubat serta meninggalkan berbagai kemaksiatan dan dosa
Harapannya, semoga amal-amal tadi mendatangkan ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya kemaksiatan menjadi sebab jauhnya seseorang dari Allah dan tidak mendapat rahmat-Nya. Sebaliknya, ketaatan menjadi sebab dekatnya dengan Allah dan mendapatkan rahmat-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah cemburu, dan kecemburuan Allah, kalau seseorang melanggar apa-apa yang Dia haramkan.” (Muttafaq ‘alaih)
5. Memperbanyak amal-amal shalih seperti shalat, shadaqah, berjihad, membaca Al-Qur’an, beramar ma’ruf dan nahi munkar serta amal-amal shalih lainnya
Dan amal-amal shalih tersebut yang dilaksanakan pada hari-hari ini akan dilipatgandakan pahalanya. Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا
الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
"Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Sebenarnya, seluruh amal shalih dicintai oleh Allah. Namun, apabila dilaksanakan pada hari-hari sepuluh pertama Dzulhijjah akan lebih dicintai. Maknanya, pahalanya juga lebih besar dan dilipatgandakan bila dibandingkan pada hari-hari lainnya.
6. Disyariatkan melaksanakan ‘udhiyyah (penyembelihan hewan kurban) pada hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) yang diikuti tiga hari sesudahnya, yakni Ayyam Tasyriq
Menyembelih hewan kurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim 'alaihis salam, yaitu ketika Allah menebus putranya –Ismail- dengan hewan sembelihan yang gemuk. Juga terdapat riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah berkurban dengan dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri kedua domba tersebut dengan tangannya. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di atas sisi kaki depan domba tersebut,” (Muttafaq ‘Alaih)
Allah menyebutkan bahwa menyembelih hewan qurban termasuk bagian dari syi'ar Islam yang harus diagungkan oleh setiap muslim.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj: 37)
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 37)
Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang keutamaannya,
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ
"Tidak ada satu amalan yang dikerjakan anak Adam pada hari nahar (hari penyembelihan) yang lebih dicintai oleh Alah 'Azza wa Jalla daripada mengalirkan darah. Sungguh dia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku dan rambutnya. Sesunggunya darahnya akan sampai kepada Allah 'Azza wa Jalla sebelum jatuh ke tanah… ” (HR. Ibnu Majah dan al-Tirmidzi, beliau menghassankannya)
7. Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berqurban
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah radhiyallhu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya." Dalam riwayat lain: "Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban."
Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan qurbannya. Firman Allah.
وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه
"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan..." (QS. Al-Baqarah: 196).
Larangan ini, menurut zahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
8. Melaksanakan shalat Iedul Adha dan mendengarkan khutbahnya
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti; nyanyi-nyanyian, berjudi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Kemungkaran-kemungkaran ini akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari. Wallahu a’lam
Kurban dunia untuk akhirat
http://www.iluvislam.com/design/facebook/3883-design-korban-dunia-untuk-akhirat.html
Melalui ibadah korban terselit maknawi yang mendalam bahawa manusia memerlukan pengorbanan dalam menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
"Dari Aisyah r.a. katanya; Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada amalan anak Adam pada hari Aidil Adha yang disukai Allah selain daripada menyembelih korban. Korban-korban itu akan datang kepada orang yang melakukannya pada hari kiamat seperti keadaan semula, iaitu dengan anggotanya, tulangnya, tanduknya dan bulunya. Darah korban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Tuhan sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berkorbanlah dengan senang hati".
(at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Korban adalah salah satu ibadat yang paling disukai Allah S.W.T. yang dilakukan oleh hambanya semata-mata kerana Allah, dan mengharapkan keredhaanNya. Binatang-binatang korban akan datang pada hari kiamat nanti kepada orang yang melakukannya dengan keadaan seperti asalnya. Darah korban itu terlebih dahulu jatuh ketempat yang disediakan oleh Allah S.W.T. sebelum ianya jatuh ke tanah. Darah yang menitis jatuh menjadi keampunan bagi dosa yang telah lalu. Islam menggalakkan umatnya agar berkorban dengan binatang yang disayangi dengan niat ikhlas semata-mata kerana Allah S.W.T.
Ibadah korban memanifestasikan rasa syukur dan puncak takwa. Ia sebagai tanda kembalinya manusia kepada Allah SWT setelah menghadapi ujian sehingga ada yang terpedaya dengan pujukan syaitan, menjauhkan diri daripada Allah serta mengerjakan larangan-Nya. Korban disyariatkan bagi mengingatkan manusia bahawa jalan menuju kebahagiaan memerlukan pengorbanan. Akan tetapi yang dikorban bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusiaan tetapi binatang sebagai petanda bahawa pengorbanan harus ditunaikan dan bahawa yang dikorbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia saperti sifat rakus, tamak, ego, mengabaikan norma, nilai dan sebagainya. Secara hurufiahnya, kesempurnaan ibadah korban ini bermaksud membunuh segala sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia.
Amalan berkorban bertindak mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dan mendekatkan hubungan manusia dengan Allah ini dikenali sebagai amaliah yang bersifat vertikal. Sementara amaliah yang bersifat horizontal pula, ibadah penyembelihan korban meningkatkan hubungan antara manusia dengan manusia melalui pembahagian daging-daging korban terutama kepada golongan fakir dan miskin. Ini sebagai petunjuk bahawa takwa yang bersifat personal dan vertikal (hubungan hamba dengan Tuhan) sering tidak terpisah dengan hubungan hamba itu dan persekitarannya. Justeru, amal sosial seperti korban harus didasarkan kepada Allah. Melalui ibadah korban terselit maknawi yang mendalam bahawa manusia memerlukan pengorbanan dalam menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Menurut Imam As-Syafiie, hukum korban adalah sunat muakad yang sangat dituntut kepada mereka yang mampu termasuk para hujjaj (jemaah haji) yang berada di Mina dan umat Islam yang berada di kampung halaman sendiri, kerana ia amalan yang sangat dikasihi Allah pada hari nahar (Hari Raya). Namun begitu, terdapat sebahagian ulama menyatakan ia wajib kepada mereka yang mampu berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Kautsar ayat 2 yang bermaksud: Maka dirikanlah solat kepada Allah (Tuhanmu)dan berkorbanlah.
[Design] Korban Dunia Untuk Akhirat
Sel, 01 Nov 2011 10:18 | Zulhafidz | Editor: Zulhafidz
"Dari Aisyah r.a. katanya; Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada amalan anak Adam pada hari Aidil Adha yang disukai Allah selain daripada menyembelih korban. Korban-korban itu akan datang kepada orang yang melakukannya pada hari kiamat seperti keadaan semula, iaitu dengan anggotanya, tulangnya, tanduknya dan bulunya. Darah korban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Tuhan sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berkorbanlah dengan senang hati".
(at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Korban adalah salah satu ibadat yang paling disukai Allah S.W.T. yang dilakukan oleh hambanya semata-mata kerana Allah, dan mengharapkan keredhaanNya. Binatang-binatang korban akan datang pada hari kiamat nanti kepada orang yang melakukannya dengan keadaan seperti asalnya. Darah korban itu terlebih dahulu jatuh ketempat yang disediakan oleh Allah S.W.T. sebelum ianya jatuh ke tanah. Darah yang menitis jatuh menjadi keampunan bagi dosa yang telah lalu. Islam menggalakkan umatnya agar berkorban dengan binatang yang disayangi dengan niat ikhlas semata-mata kerana Allah S.W.T.
Ibadah korban memanifestasikan rasa syukur dan puncak takwa. Ia sebagai tanda kembalinya manusia kepada Allah SWT setelah menghadapi ujian sehingga ada yang terpedaya dengan pujukan syaitan, menjauhkan diri daripada Allah serta mengerjakan larangan-Nya. Korban disyariatkan bagi mengingatkan manusia bahawa jalan menuju kebahagiaan memerlukan pengorbanan. Akan tetapi yang dikorban bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusiaan tetapi binatang sebagai petanda bahawa pengorbanan harus ditunaikan dan bahawa yang dikorbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia saperti sifat rakus, tamak, ego, mengabaikan norma, nilai dan sebagainya. Secara hurufiahnya, kesempurnaan ibadah korban ini bermaksud membunuh segala sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia.
Amalan berkorban bertindak mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dan mendekatkan hubungan manusia dengan Allah ini dikenali sebagai amaliah yang bersifat vertikal. Sementara amaliah yang bersifat horizontal pula, ibadah penyembelihan korban meningkatkan hubungan antara manusia dengan manusia melalui pembahagian daging-daging korban terutama kepada golongan fakir dan miskin. Ini sebagai petunjuk bahawa takwa yang bersifat personal dan vertikal (hubungan hamba dengan Tuhan) sering tidak terpisah dengan hubungan hamba itu dan persekitarannya. Justeru, amal sosial seperti korban harus didasarkan kepada Allah. Melalui ibadah korban terselit maknawi yang mendalam bahawa manusia memerlukan pengorbanan dalam menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Menurut Imam As-Syafiie, hukum korban adalah sunat muakad yang sangat dituntut kepada mereka yang mampu termasuk para hujjaj (jemaah haji) yang berada di Mina dan umat Islam yang berada di kampung halaman sendiri, kerana ia amalan yang sangat dikasihi Allah pada hari nahar (Hari Raya). Namun begitu, terdapat sebahagian ulama menyatakan ia wajib kepada mereka yang mampu berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Kautsar ayat 2 yang bermaksud: Maka dirikanlah solat kepada Allah (Tuhanmu)dan berkorbanlah.
وَأَتِمُّواْ ٱلۡحَجَّ وَٱلۡعُمۡرَةَ لِلَّهِۚ فَإِنۡ أُحۡصِرۡتُمۡ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡىِۖ وَلَا تَحۡلِقُواْ رُءُوسَكُمۡ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ ٱلۡهَدۡىُ مَحِلَّهُ ۥۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ بِهِۦۤ أَذً۬ى مِّن رَّأۡسِهِۦ فَفِدۡيَةٌ۬ مِّن صِيَامٍ أَوۡ صَدَقَةٍ أَوۡ نُسُكٍ۬ۚ فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡىِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَـٰثَةِ أَيَّامٍ۬ فِى ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ تِلۡكَ عَشَرَةٌ۬ كَامِلَةٌ۬ۗ ذَٲلِكَ لِمَن لَّمۡ يَكُنۡ أَهۡلُهُ ۥ حَاضِرِى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
Dan sempurnakanlah ibadat Haji dan Umrah kerana Allah; maka sekiranya kamu dikepung (dan dihalang daripada menyempurnakannya ketika kamu sudah berihram, maka kamu bolehlah bertahallul serta) sembelihlah Dam yang mudah didapati dan janganlah kamu mencukur kepala kamu (untuk bertahallul), sebelum binatang Dam itu sampai (dan disembelih) di tempatnya. Maka sesiapa di antara kamu sakit atau terdapat sesuatu yang menyakiti di kepalanya (lalu dia mencukur rambutnya), hendaklah dia membayar fidyah iaitu berpuasa atau bersedekah atau menyembelih Dam. Kemudian apabila kamu berada kembali dalam keadaan aman, maka sesiapa yang mahu menikmati kemudahan dengan mengerjakan Umrah, (dan terus menikmati kemudahan itu) hingga masa (mengerjakan) ibadat Haji, (bolehlah dia melakukannya kemudian wajiblah dia) menyembelih Dam yang mudah didapati. Kalau dia tidak dapat (mengadakan Dam), maka hendaklah dia berpuasa tiga hari dalam masa mengerjakan Haji dan tujuh hari lagi apabila kamu kembali (ke tempat masing-masing); semuanya itu sepuluh (hari) cukup sempurna. Hukum ini ialah bagi orang yang tidak tinggal menetap (di sekitar) Masjidilharam (Mekah). Dan hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan ketahuilah bahawasanya Allah Maha berat balasan seksaNya (terhadap orang-orang yang melanggar perintahNya).
(Surah Al-Baqrah 2: Ayat 196)
Dan sempurnakanlah ibadat Haji dan Umrah kerana Allah; maka sekiranya kamu dikepung (dan dihalang daripada menyempurnakannya ketika kamu sudah berihram, maka kamu bolehlah bertahallul serta) sembelihlah Dam yang mudah didapati dan janganlah kamu mencukur kepala kamu (untuk bertahallul), sebelum binatang Dam itu sampai (dan disembelih) di tempatnya. Maka sesiapa di antara kamu sakit atau terdapat sesuatu yang menyakiti di kepalanya (lalu dia mencukur rambutnya), hendaklah dia membayar fidyah iaitu berpuasa atau bersedekah atau menyembelih Dam. Kemudian apabila kamu berada kembali dalam keadaan aman, maka sesiapa yang mahu menikmati kemudahan dengan mengerjakan Umrah, (dan terus menikmati kemudahan itu) hingga masa (mengerjakan) ibadat Haji, (bolehlah dia melakukannya kemudian wajiblah dia) menyembelih Dam yang mudah didapati. Kalau dia tidak dapat (mengadakan Dam), maka hendaklah dia berpuasa tiga hari dalam masa mengerjakan Haji dan tujuh hari lagi apabila kamu kembali (ke tempat masing-masing); semuanya itu sepuluh (hari) cukup sempurna. Hukum ini ialah bagi orang yang tidak tinggal menetap (di sekitar) Masjidilharam (Mekah). Dan hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan ketahuilah bahawasanya Allah Maha berat balasan seksaNya (terhadap orang-orang yang melanggar perintahNya).
(Surah Al-Baqrah 2: Ayat 196)
Sejarah azan
http://www.iluvislam.com/tazkirah/dakwah/3884-bibit-pertama-seruan-azan.html
Setiap hari kita mendengar lima kali seruan azan daripada masjid tetapi adakah kita mengetahui tentang sejarahnya. Tahukah kamu dari mana asalnya perkataan yang diucapkan semasa azan dilaungkan?
Jika tidak, sama-samalah kita baca dan hayati sejarah seruan azan.
Azan mula disyariatkan di Madinah tahun pertama hijrah. Asal-usul azan terkandung dalam sebuah hadis yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, daripada Abdullah bin Umar r.a. dengan katanya yang bermaksud:
"Tidakkah kamu boleh melantik seorang lelaki untuk menyeru kepada sembahyang?"
Bersabda Rasulullah S.A.W:
"Wahai Bilal, berdirilah dan serulah untuk solat."
Hasil perbincangan tersebut terdapat beberapa cadangan seperti membunyikan loceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani, meniup trompet seperti penganut agama Yahudi, mengibarkan bendera sebagai tanda masuk waktu solat atau menyalakan api diatas bukit di mana orang yang melihat api akan hadir ke masjid untuk solat berjemaah.
Namun semua usul itu ditolak oleh Rasulullah S.A.W. Kemudian Umar al-Khattab mencadangkan supaya diteriakkan kuat-kuat.
"Telah datang waktu solat."
Cadangan Umar ini diterima oleh Baginda S.A.W tetapi dengan sedikit modifikasi kepada "Assolatu jami'ah" yang bermaksud "Marilah solat berjemaah."
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud daripada Abdullah bin Zaid r.a, beliau bermimpi berjumpa dengan seorang lelaki.
Abdullah: "Wahai hamba Allah S.W.T, adakah kamu jual naqush itu?"
Pembawa loceng: "Apa yang engkau buat dengannya?"
Abdullah: "Dengan naqush itu, kami menyeru kepada solat."
Pembawa loceng: "Mahukah kamu aku tunjukkan yang lebih baik daripada itu?"
Abdullah: "Ya."
Pembawa loceng: "Kumandangkanlah Allahuakbar...(hingga akhir azan)."
Keesokannya, Abdullah bin Zaid menceritakan kepada Rasulullah S.A.W mengenai mimpinya. Baginda S.A.W bersabda yang bermaksud:
"Sesungguhnya mimpi itu benar insya-Allah. Berdirilah engkau bersama Bilal dan ajarkan kepadanya apa yang engkau mimpikan itu. Hendaklah Bilal azan dengan apa yang diajarkan kepadanya kerana suaranya lebih bagus dan tinggi daripada engkau."
Kemudian Abdullah bin Zaid berdiri bersama Bilal lalu mengajarkannya lafaz azan tersebut.
Ketika Bilal hendak melaungkan azan, Umar bin al-Khattab berkata:
"Demi yang telah mengutusmu dengan benar wahai Rasulullah S.A.W, sesungguhnya aku bermimpi seperti mana yang dimimpikan olehnya (Abdullah bin Zaid)."
Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:
"Segala puji bagi Allah S.W.T."
Walaupun azan disyariatkan hasil mimpi Abdullah bin Zaid yang kebetulan sama dengan mimpi Umar al-Khattab, azan bukanlah ciptaan atau cadangan manusia. Sebaliknya ia diperkuatkan lagi dengan wahyu.
Al-Bazzar berkata:
Tidak malukah kita sebagai hamba Allah S.W.T dapat menghormati lagu Negaraku dengan berdiri sebagai menghormatinya tetapi seruan azan langsung tidak dijawab dan dipedulikan walaupun seruan itu dikumandangkan di langit ketujuh.
Bibit Pertama Seruan Azan
Jika tidak, sama-samalah kita baca dan hayati sejarah seruan azan.
Azan mula disyariatkan di Madinah tahun pertama hijrah. Asal-usul azan terkandung dalam sebuah hadis yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, daripada Abdullah bin Umar r.a. dengan katanya yang bermaksud:
"Semasa sampai di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu solat dan tidak ada seorang pun yang menyeru untuk solat. Pada suatu hari mereka berbincang tentang hal itu. Berkata sebahagian daripada sahabat: 'Ambillah naqush (loceng) seperti naqush orang Nasrani (Kristian).' Berkata sebahagian yang lain pula: '(ambillah) trompet seperti trompet orang Yahudi."
Lalu berkata Umar:"Tidakkah kamu boleh melantik seorang lelaki untuk menyeru kepada sembahyang?"
Bersabda Rasulullah S.A.W:
"Wahai Bilal, berdirilah dan serulah untuk solat."
Hasil perbincangan tersebut terdapat beberapa cadangan seperti membunyikan loceng seperti yang dilakukan oleh orang Nasrani, meniup trompet seperti penganut agama Yahudi, mengibarkan bendera sebagai tanda masuk waktu solat atau menyalakan api diatas bukit di mana orang yang melihat api akan hadir ke masjid untuk solat berjemaah.
Namun semua usul itu ditolak oleh Rasulullah S.A.W. Kemudian Umar al-Khattab mencadangkan supaya diteriakkan kuat-kuat.
"Telah datang waktu solat."
Cadangan Umar ini diterima oleh Baginda S.A.W tetapi dengan sedikit modifikasi kepada "Assolatu jami'ah" yang bermaksud "Marilah solat berjemaah."
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud daripada Abdullah bin Zaid r.a, beliau bermimpi berjumpa dengan seorang lelaki.
Abdullah: "Wahai hamba Allah S.W.T, adakah kamu jual naqush itu?"
Pembawa loceng: "Apa yang engkau buat dengannya?"
Abdullah: "Dengan naqush itu, kami menyeru kepada solat."
Pembawa loceng: "Mahukah kamu aku tunjukkan yang lebih baik daripada itu?"
Abdullah: "Ya."
Pembawa loceng: "Kumandangkanlah Allahuakbar...(hingga akhir azan)."
Keesokannya, Abdullah bin Zaid menceritakan kepada Rasulullah S.A.W mengenai mimpinya. Baginda S.A.W bersabda yang bermaksud:
"Sesungguhnya mimpi itu benar insya-Allah. Berdirilah engkau bersama Bilal dan ajarkan kepadanya apa yang engkau mimpikan itu. Hendaklah Bilal azan dengan apa yang diajarkan kepadanya kerana suaranya lebih bagus dan tinggi daripada engkau."
Kemudian Abdullah bin Zaid berdiri bersama Bilal lalu mengajarkannya lafaz azan tersebut.
Ketika Bilal hendak melaungkan azan, Umar bin al-Khattab berkata:
"Demi yang telah mengutusmu dengan benar wahai Rasulullah S.A.W, sesungguhnya aku bermimpi seperti mana yang dimimpikan olehnya (Abdullah bin Zaid)."
Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda yang bermaksud:
"Segala puji bagi Allah S.W.T."
Walaupun azan disyariatkan hasil mimpi Abdullah bin Zaid yang kebetulan sama dengan mimpi Umar al-Khattab, azan bukanlah ciptaan atau cadangan manusia. Sebaliknya ia diperkuatkan lagi dengan wahyu.
Al-Bazzar berkata:
"Nabi Muhammad S.A.W telah diperlihatkan dengan azan dan diperdengarkan kepadanya diatas langit yang ketujuh ketika berlakunya Israk Mikraj. Kemudian malaikat Jibril mendatanginya, lalu Baginda S.A.W menjadi Imam kepada ahli langit. Antara mereka ialah Nabi Adam a.s. dan Nabi Nuh a.s, Allah S.W.T menyempurnakan kemuliaan baginya ke atas penduduk langit dan bumi."
Akhir kalam, semoga dengan pembacaan sejarah azan ini dapat menyedarkan kita betapa tingginya darjat azan kerana di akhir zaman ini rata-rata umat Islam lansung tidak menghormati seruan azan ini malah menganggap azan itu sebagai bunyi cengkerik di tengah malam.Tidak malukah kita sebagai hamba Allah S.W.T dapat menghormati lagu Negaraku dengan berdiri sebagai menghormatinya tetapi seruan azan langsung tidak dijawab dan dipedulikan walaupun seruan itu dikumandangkan di langit ketujuh.
Glosari
1) Naqush=Loceng
Subscribe to:
Posts (Atom)